Cerpen singkat romantis Senja di Ujung Pantai

Diposting pada

Cerpen singkat romantis Senja di Ujung Pantai – Senja selalu menjadi waktu favoritku. Ada sesuatu yang magis saat matahari perlahan tenggelam di ufuk barat, menyisakan langit jingga yang lembut. Hari itu, aku memutuskan untuk pergi ke pantai, tempat di mana aku dan Dika sering menghabiskan waktu bersama.

Aku duduk di atas pasir, menatap ombak yang berkejaran di depan mata. Suara deburan ombak yang biasa menenangkan hatiku, justru membuatku semakin merasa hampa hari ini. Dika sudah pergi, meninggalkan kota ini untuk meraih mimpinya di luar negeri. Meski jarak memisahkan, hati ini masih menggenggam erat kenangan tentang kami.

Cerpen singkat romantis Senja di Ujung Pantai
Sumber : PIXNIO

Tiba-tiba, sebuah suara lembut menyapaku dari belakang. “Masih suka datang ke sini, ya?”

Aku menoleh dan terkejut melihat sosok yang begitu kukenal berdiri di sana. Dika. Dia tampak sama seperti dulu, dengan senyum yang selalu bisa membuatku merasa hangat.

“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanyaku tak percaya.

“Aku pulang,” jawabnya singkat. “Aku sadar, sejauh apapun aku pergi, tidak ada yang lebih penting daripada kamu.”

Jantungku berdebar kencang. Seolah-olah waktu berhenti, dan hanya ada kami berdua di dunia ini. Dika mendekat, lalu duduk di sampingku, menatap senja yang mulai memudar.

“Kamu selalu bilang, senja itu seperti cinta kita. Meski hari berakhir, akan selalu ada hari baru untuk kita mulai lagi,” katanya sambil menggenggam tanganku erat.

Aku tersenyum. Ternyata, cinta memang bisa melintasi jarak dan waktu. Dan senja kali ini, menjadi saksi awal baru bagi cinta kami yang tak pernah padam.

Aku masih terdiam, seakan tak percaya Dika benar-benar ada di sini. Selama ini, aku mencoba meyakinkan diri bahwa semua yang kami lalui hanyalah masa lalu, meskipun dalam hati kecilku selalu ada harapan bahwa dia akan kembali. Dan kini, dia di sini, menggenggam tanganku dengan kehangatan yang selalu kurindukan.

“Kapan kamu pulang?” tanyaku, suaraku sedikit bergetar.

“Baru saja,” jawabnya sambil menatapku lembut. “Dan hal pertama yang ingin aku lakukan adalah bertemu kamu. Aku sudah terlalu lama jauh darimu.”

Aku tersenyum samar, mencoba menahan air mata yang mulai menggenang di sudut mata. “Aku kira… kamu tidak akan kembali.”

Dika menarik napas panjang sebelum menjawab, “Aku sempat berpikir begitu. Aku terlalu sibuk mengejar mimpi, sampai lupa bahwa mimpi terbesar dalam hidupku adalah bisa menjalani hidup ini bersamamu.”

Perkataannya membuat hatiku meleleh. Selama ini, aku sering meragukan apakah perasaanku masih layak untuk dipertahankan. Namun mendengar pengakuannya, semua kekhawatiran itu lenyap. Dika menatapku dalam, matanya seperti mengunci pandanganku, seolah-olah ingin meyakinkanku bahwa kali ini dia sungguh-sungguh.

“Aku ingin memulai semuanya dari awal, bersama kamu,” lanjutnya. “Kalau kamu masih mau.”

Aku terdiam sejenak, merasakan angin pantai yang lembut menyapu wajahku. Senja mulai berganti malam, tapi di hati kami, ada cahaya baru yang menyala. Tanpa ragu, aku menggenggam tangannya lebih erat dan tersenyum.

“Aku selalu menunggu kamu, Dika. Dan sekarang, aku siap untuk memulai semuanya lagi, bersama-sama.”

Dika tersenyum lebar, lalu mendekatkan wajahnya, mengecup lembut keningku. Kami duduk dalam diam, menikmati kebersamaan yang sempat hilang. Malam itu, di bawah langit yang dihiasi bintang-bintang, aku tahu bahwa cinta kami tidak pernah benar-benar pergi. Senja mungkin menghilang, tapi cinta kami akan selalu terbit kembali, seperti matahari esok hari.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *